Monday, April 27, 2020

5 Tips Minta Maaf


Apologizing used to be easy when I was far younger. Nggak berlama-lama juga. Seperti kata orang tua, "Kalau marah sama orang lain, jangan sampai matahari terbenam". And I always be the one who apologize first, no matter who started the fire.

Seharusnya, semakin dewasa, kita semakin ringan meminta maaf dan memaafkan. Both feels liberating, katanya. Tapi, perjalanan manusia menuju kedewasaan seringnya nggak mulus atau berhiaskan keindahan dan kemudahan. Patah hati berkali-kali karena berbagai alasan jadi bagian yang nggak bisa dihindari. Lalu dari setiap patah hati, manusia menguatkan diri dengan membangun benteng di sana sini. Salah satu benteng itu bernama Pride.

Pride, alias kebanggaan diri, biasanya berwujud keengganan untuk menyelesaikan masalah karena merasa hal itu bukan tanggung jawabnya, atau simply karena merasa diri akan rugi besar karena merendah lebih dulu. At least that's what I feel before I decided to wrap my problem with an apologize.

Bener kan, jadi nggak gampang? Nggak se-easy peasy waktu kita masih bocah, minta maaf cukup dengan menjulurkan tangan untuk berjabat lalu berpelukan bak Teletubbies. Minta maaf atau memaafkan jadi perkara yang lebih... tricky, buat orang dewasa.

These tips, are experience-based. Since it's quite basic, aku berharap sih bisa applied ke semua orang yang sedang struggling dengan urusan ini.
  1. Setiap perselisihan butuh closure. Closure/penyelesaian, selain bikin lega dan bikin dada terasa lebih lapang, juga bisa mencegah masalahnya terulang. Closure menggenapkan keikhlasan untuk memaafkan. Dan closure ini, kadang sesederhana, "Aku minta maaf".
  1. You mad? That's totally okay. Beri dirimu sendiri waktu untuk menenangkan diri, terserah mau seberapa lama. Kamu yang paling kenal dirimu, paling tahu kebutuhanmu. Kalau belum benar-benar tenang, ya nggak perlu dipaksakan. Nggak ada gunanya minta maaf atau memaafkan kalau kesalahan yang ada masih terus diungkit di kepala.
  1. In my case, aku biasanya dapat semacam "sign" kapan harus minta maaf. Kalau di aku, rasanya seperti ada yang bilang, "Ayo, minta maaf sekarang." If any of you ever experienced that, do not ignore that voice. I repeat, DO NOT IGNORE THAT VOICE. Itu bisa jadi timing terbaik yang bisa kamu gunakan untuk menyelesaikan masalahmu. (PS: Aku pernah mencoba mengabaikan "suara" itu. Hasilnya aku jadi gelisah seharian dan ujung-ujungnya aku pergi minta maaf hari itu juga.)
  1. On a serious note, you never know how long you, or that person you have an issue with, will live. Jangan sampai kehilangan kesempatan untuk meminta maaf secara langsung selagi mungkin. Kalau orang itu keburu pergi lebih dulu, penggalan lirik lagu Pilu Membiru-nya Kunto Aji yang tersisa menemani penyesalanmu. "Masih banyak yang belum sempat aku sampaikan padamu..."
  1. Sudah mempertimbangkan empat poin di atas dan sudah mantap mau minta maaf? Minta maaflah. Silakan sampaikan hal-hal yang ingin dimintakan maaf, dan jangan sekali-sekali ada kata "Tapi..." terselip di permintaan maafmu. Itu bukan permintaan maaf; kamu cuma sedang membenarkan diri. Akan lebih baik kalau kamu sanggup menanyakan apa yang bisa kamu lakukan untuk memperbaiki keadaan, tapi buat aku itu extra courage. Boleh, tapi tidak wajib.
Adulting is hard, I know. But it doesn't mean it's unenjoyable, right?


(Published on afterfour.wordpress.com | Apr 24, 2020)


No comments:

Post a Comment